Selasa, 02 November 2010

Deteksi Dini Autisma

            Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
  1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
  2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
  3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
  4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
  5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu

Rabu, 27 Oktober 2010

Mereka juga punya masa depan dan hari bahagia

         Terlahir menjadi difabel atau  ”different ability” bukan berarti sebuah akhir dari perjalanan. Anak-anak itu mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya, berhak tertawa kala gembira, berhak menagis kala bersedih, berhak bermanja-manja dengan ayah bundanya, berhak punya cita-cita, dan tentu saja berhak memiliki masa depan dan kehidupan yang lebih baik.
           Penanganan yang tepat sesuai  dengan jenis dan tingkat ketunaan tentunya menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan metode pendampingan yang akan kita berikan pada masa pertumbuhannya. Mulai

Selasa, 19 Oktober 2010

Yang perlukita ketahui

Pertama, berat ringannya derajat kelainan. Semakin berat derajat kelainan dan jenis kelainan perilakunya, semakin sulit untuk kembali normal. Namun perlu diingat khususnya bagi anak autisma, sekalipun derajat autisma anak sangat ringan, diapun harus diterapi. Sebab apabila tidak, maka anak autisma ringan dapat berubah menjadi berat pada usia lebih tua. Di samping autisma tanpa terapi perilaku, tidak mungkin menjadi normal dengan perlakuan yang tradisional saja.

Mari dampingi putra putri kita

Mendampingi Anak Autis

Susie Evidia Y
Kata autis kini semakin familiar. Banyak orang menyebutkan, namun tidak memahami artinya. Akibatnya, makna autis sering disalahartikan. Orang yang melakukan aktivitas menyendiri, kini mendapat label autis. Orang, atau anak yang berperilaku kurang pas, lingkungan menghakimi dengan julukan autis. Seakan-akan autis diidentikkan berperilaku nega tif /menyimpang.

Ciri ciri anak autis

Gejala anak autis bisa dilihat dari usia dini, karena itu coba perhatikan anak anda dalam setiap tahap. Terkadang orangtua tidak terlalu peka terhadap tingkah laku anak, jangan samapai terlambat. Walau autis bukan penyakit, anak autis perlu mendapat perhatian yang lebih ekstra.

Sabtu, 16 Oktober 2010

Mengenal tuna grahita

                Perkembangan mental intelektual adalah perkembangan dalam hal  berfikir simbolik, berfikir intuitif,  berfikir praoperasional, dan perkembangan dalam hal mengolah informasi. Secara konkret perkembangan mental intelektual ini dapat kita lihat ketika anak memberikan nama kepada bonekanya, atau main lainnya, ketika anakbermain menjadi tokoh ibu atausiapapun yang diidolakannya, ketika anak mampu menggambarkan sesuatu yang ia bayangkan, ketika anak-anak menganggap mimpinya adalah sebagai sesuatu yang nyata, ketika anak menyimpulkan bahwa benda-benda matipun memiliki keinginan, perasaan dan pikiran seperti dirinya, dan bahkanketika anak sudahmampu mengklasifikan dan mengambil kesimpulan atas sesuatu konsep.